Oleh: Elga Maidison S.HI
Sijunjung – medianasionaljurnalis.com Poligami dengan cara nikah siri terus menimbulkan dampak hukum yang signifikan, khususnya terhadap istri kedua yang dinikahi tanpa pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA). Istri kedua dalam pernikahan siri tidak hanya kehilangan hak-hak dasarnya, tetapi juga menghadapi berbagai masalah keperdataan, yang mengakibatkan ketidakadilan bagi dirinya dan anak-anak hasil pernikahan tersebut.
Dalam kasus nikah siri, istri kedua tidak dapat menuntut suaminya untuk memberikan nafkah lahir maupun batin jika suami meninggalkannya atau terjadi perceraian. Hal ini terjadi karena pernikahan siri tidak diakui oleh hukum negara. Selain itu, anak yang lahir dari pernikahan siri juga menghadapi tantangan besar karena, secara hukum, mereka tidak memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya.
Salah satu persoalan mendesak yang timbul dari pernikahan siri adalah kesulitan pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk). Banyak anak dari pernikahan siri kesulitan mendapatkan akta kelahiran dan membuat Kartu Keluarga (KK). Situasi ini berdampak langsung pada akses pendidikan anak-anak tersebut, karena akta kelahiran dan KK sering kali menjadi syarat penting untuk pendaftaran sekolah.
Lebih lanjut, istri yang dinikahi secara siri juga tidak dapat menuntut hak-hak pewarisannya jika suami meninggal dunia. Sebagai istri yang pernikahannya tidak diakui oleh negara, istri siri tidak berhak atas warisan suaminya. Meskipun isbat nikah (proses pengesahan pernikahan oleh pengadilan) dapat diajukan untuk melegalkan pernikahan siri, tidak semua permohonan tersebut dapat dikabulkan. Pengadilan sering kali menolak permohonan isbat nikah jika ditemukan masih adanya ikatan perkawinan sah dengan istri pertama.
Keadaan ini jelas menunjukkan bahwa istri dan anak-anak hasil pernikahan siri adalah pihak yang paling dirugikan. Ketidakpastian status hukum mereka tidak hanya mempengaruhi hak-hak keperdataan, tetapi juga menciptakan hambatan dalam hal pengurusan administrasi kependudukan yang penting bagi kehidupan sehari-hari.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap persoalan nikah siri ini, baik melalui edukasi hukum maupun solusi regulasi yang lebih inklusif, guna melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak yang sering kali menjadi korban dalam praktik poligami dengan nikah siri.
JP AK
**Elga Maidison merupakan Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Padang, Pengacara Syariah Aktif di Pengadilan Padang, dan Alumni Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang.