BENER MERIAH | Nasionaljurnalis.com
Kopi merupakan salah satu minuman yang digemari oleh sebagian masyarakat di dunia. Namun seiring berjalannya waktu, banyak cara dalam mengolah kopi untuk dijadikan sajian yang dapat dinikmati secara beragam.
Ada dua faktor utama yang memiliki peran besar dalam menentukan kualitas kopi diantaranya faktor pra panen dan pasca panen.
Ragam pengolahan kopi Arabika Gayo juga sudah mulai merambah ke Kabupaten Bener Meriah yang merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Bumi Serambi Mekkah ini.
Salah satunya, pengolahan paska panen secara natural. Seperti dilansir dari Otten Cofee, proses paska panen natural telah mulai sejak abad ke- 9 di Ethiopia. Proses ini termasuk teknik paling tua yang ada dalam sejarah proses pengolahan kopi.
Salah seorang pelaku prosesing kopi arabika asal kabupaten Bener Meriah, Bayu Dwi Julianto, Kamis (29/2/2024) mengatakan, faktor pra panen memegang peranan penting sebanyak 40 persen dalam menentukan atribut sensori, sifat fisik, dan sifat kimia dari biji kopi.
“Sementara itu, 60 persen sisanya ditentukan oleh bagaimana proses pengolahan paska panen,” kata Bayu Dwi Julianto.
Disebutkan, seperti diketahui di Kabupaten Bener Meriah banyak para petani dan pelaku usaha yang melakukan proses paska panen dengan cara atau mode wet prosses (Giling Basah) dan baru beberapa tahun terakhir dikenal pengolahan natural proses di Kabupaten Bener Meriah.
“Sedangkan Proses natural (dry proses) merupakan cara paling tua untuk memisahkan biji kopi. Seperti namanya, prosesnya tidak melibatkan mesin dan air,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk proses berikutnya buah kopi dijemur dibawah sinar matahari yang biasanya diberi alas tikar plastik atau meja pengering.
Biji kopi yang dikeringkan tidak dikupas, tetapi dijemur di bawah sinar matahari bersama dengan kulit ceri dan dagingnya.
“Selama proses ini, ceri harus diputar secara berkala untuk mencapai hasil pengeringan yang merata dan mencegah pembusukan. Penjemuran biasanya dilakukan hingga kadar air dalam biji kopi mencapai 11 hingga 12 persen,” jelasnya.
Bayu Dwi Julianto juga menambahkan, seperti namanya proses ini menyebabkan ceri secara alami berfermentasi dan mengelupas dengan sendirinya.
“Dengan melalui proses alami tersebut nantinya biji kopi yang dihasilkan akan terdapat berbagai rasa buah, tidak hanya pahit atau asam saja,” sebut bayi Dwi Julianto.
Dijelaskan, untuk kebutuhan di pasar kopi Indonesia, biji kopi arabika natural diperkirakan mencapai 10 persen. (Ar/Diskominfo)