Jakarta,Medianasionaljurnalis.com–Jangan percaya sama celebrities & aktor. Para pemain watak. Celebrity fake. Seperti Rano Karno. Most celebrities punya 2 pribadi. In public, yang ditampilkan adalah curated version. Mereka orang yang beda Di balik glamour, glitz, dan façade of celebrity life.
Contohnya Old Skool Marilyn Monroe. Dia acting seperti ditzy blonde. Tapi aslinya she was hella smart & termasuk literary buff. That’s why dia tertarik dengan Arthur Miller.
Alice Cooper sebenarnya a soft-spoken Christian. Tapi dia menampilkan citra & persepsi sebagai moody devil worshippers.
Manifestasi “Celebrities fake” seperti Photoshop and image manipulation. Curated social media posts alias pencintraan yang dipolished.
Di kasus Rano Karno, dia pake modus “Exaggerated lifestyles and experiences”. Ingin dilihat sebagai orang hebat yang baik hati. Padahal aslinya sombong banget. Terutama terhadap strata rendah. Gosipnya dia gemar main judi di kasino luar negeri.
Celebrities berusaha keras mempertahankan polished image. Kunci sukses di situ. Mereka ga perna tampil authentik. Selalu palsu.
Influencer culture mengaburkan “authenticity” dan “fabrication”. Membuat semua selebritas, tua & muda, adopsi pendekatan “fake it till you make it”.
Rano Karno & semua celebrities mengidap psychological aspects of fame. Selalu tertekan mempertahankan curated image version-nya. Sehingga rentan kena penyakit psikologis seperti Imposter syndrome, takut dinilai & dikritik, dan self-identity yang ga jelas.
Masyarakat adalah sumber kekayaan celebrities. Tapi mereka bertingkah they are doing us a favor setiap kali netizen ngomenin postingan mereka atau menyaksikan their live performance.
Semua itu terjadi karena mereka menciptakan persepsi they are on top of all of us. Ingat slogan “Perception is king”. Mereka baru menyapa warga ketika ada maunya. Ingin jadi wagub atau anggota dewan. Karena bangkrut, buncit, tua, & jato miskin. Sudah ga relevant di era digital.
THE END
by Zeng Wei Jian
Medianasionaljurnalis.com