Bener Meriah Nasionaljurnalis.com
Masyarakat penggarap kampung Simpur kecamatan mesidah kabupaten Bener Meriah, aceh. kembali pertanyakan tanah garap miliknya yang terkena dampak pembangunan waduk Krueng keureuto, yang sampai saat ini belum mendapat ganti rugi kepada warga petani garap oleh pemerintah, ujar samsul kepala dusun Linge antara, kamis 08/05/2025.
“Kami sebagai petani penggarap merasa seperti masa penjajahan dulu, adapun kami meminta ganti rugi wajar saja karena kami memiliki sporadik atas tanah garap dan telah membayar pajak tanah setiap tahunnya” Terang samsul.
“Selain itu dokumen sporadik atas tanah yang kami garap itu berikut bukti pembayaran pajaknya telah di Terima oleh pihak BWS dan sudah melakukan uji publik tahun 2019, tapi anehnya yang mendapat ganti rugi tentang tanah garap itu warga blang Pante dengan sporadik yang di rekayasa oleh reje kampung rusip.
Sedangkan lahan tanah garap yang di bangun waduk itu wilayah kampung simpur” Tandas samsul.
“Kami warga petani garap memang ditindas karena lahan pertanian kami dihancurkan pihak PT Putra Ogami jaya beberapa tahun lalu bekerja sama dengan pihak PT berantas Abipraya yang mengambil material batu puluhan ribu ton dari tanah garapan kami” D
Lanjutnya, Dengan mengatasnamakan proyek strategis nasional ( PSN) membongkar harapan kami dengan serampangan dan tidak mempunyai izin tambang dan bahkan lebih mirisnya pemerintah bener meriah pada saat haili yoga diduga melakukan pembiaran walaupun kami sudah melaporkan secara lisan bahkan lewat media seakan mereka bekerja diwilayah kampung Simpur merasa kebal hukum tetapi semua pihak bungkam dan tutup mata” Kata Samsul.
“Dan yang jelas dengan adanya pembangunan waduk di kampung simpur kami selaku penggarap telah dirugikan dan yang di untungkan hanya para mafia tanah”Tegas Samsul
“Kami berharap kepada pemerintah yang baru ini Bupati bener meriah agar memberi solusi yang baik untuk kami sebagai warga penggarap di kampung yang selama ini taat membayar pajak dan semua ini kami hanya korban dari para mafia tanah yang telah menggurita di kampung simpur” Tutupnya
(Wan maneh)