Subulussalam Aceh. Medianasionaljurnalis.com. Sengketa lahan sawit antara masyarakat Kampong Belukur Makmur, Kecamatan Runding, dengan CV. Lae Saga Group kembali mencuat. Namun kali ini, sorotan tertuju pada peran Kepala Mukim Binanga, Tamrin, yang tampil di garda depan membela hak-hak masyarakat kampong dan masyarakat adat.
Rapat yang digelar di Kantor Camat Runding, Senin (25/08/2025), menghadirkan tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, dan perwakilan kemukiman. Maskur, salah satu tokoh masyarakat, menyebutkan bahwa lebih dari 28 hektare lahan sawit warga diduga telah dicaplok dan diolah oleh perusahaan.
“Tanah ini tanah kelahiran kami. Kami memohon agar persoalan ini benar-benar dituntaskan,” tegas Maskur di hadapan forum.
Camat Runding, T. Ridwan Saidi, menegaskan pihaknya akan memastikan verifikasi data di lapangan sebelum menggelar rapat dengar pendapat (RDP) resmi dengan perusahaan.
Pernyataan paling tegas datang dari Kepala Mukim Binanga, Tamrin. Ia menekankan bahwa masyarakat memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) sejak tahun 2009, yang dikeluarkan pada masa jabatan almarhum Kepala Desa Suparman.
“Saya mendorong Camat agar mengundang CV. Lae Saga Group, sekaligus mewajibkan mereka membawa dokumen otentik. Hak masyarakat adat tidak boleh diabaikan,” ujarnya lantang, disambut sorak dukungan warga.
Dalam rapat itu, disepakati dua poin penting:
1. Akan digelar rapat lanjutan dengan menghadirkan langsung pihak perusahaan.
2. CV. Lae Saga Group diwajibkan membawa dokumen resmi untuk memperjelas status lahan yang disengketakan.
Ketua LSM Suara Putra Aceh, Antoni Tin, menilai langkah ini harus segera ditindaklanjuti hingga ke tingkat Wali Nanggroe di Banda Aceh.
“Banyak perusahaan di wilayah kota ini diduga tidak memiliki perizinan lengkap, amdal, bahkan indikasi mafia tanah dengan cara menyalahi prosedur SHM dari BPN. Paduka Wali Nanggroe perlu turun tangan,” ujarnya.
Suara mukim yang kembali bergema menegaskan satu hal: di tengah derasnya arus investasi, tradisi dan hak masyarakat adat tetap menjadi benteng terakhir. Pembangunan yang sejati adalah pembangunan yang berpihak pada kampong, bukan sebaliknya.//
“Kaperwil Aceh. M.Yantoro