Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH., MH.: Gubernur Harus Perintahkan Bupati Bener Meriah Usut Dugaan Nepotisme dan Penyimpangan di Desa Ujung Gele

Siaran pers

Nasionaljurnalis.com Jakarta/Bener Meriah, 20 Agustus 2025

Adanya sinyalemen praktik rangkap jabatan perangkat desa, dugaan nepotisme, serta penggelembungan anggaran di Desa Ujung Gele, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, memantik perhatian publik. Sejumlah temuan lapangan menunjukkan tata kelola pemerintahan desa diduga tidak sesuai aturan, bahkan berpotensi merugikan masyarakat.

Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH., MH., pakar hukum internasional dan ekonomi, menilai persoalan ini sangat serius dan perlu segera ditangani.

“Saya minta Gubernur Aceh agar memerintahkan Bupati Bener Meriah menyidik dugaan pelanggaran etika dan kasus di Desa Ujung Gele, maupun desa-desa lain yang ada di Kabupaten Bener Meriah,” tegas Prof. Sutan di kantornya, Jakarta, Rabu (20/8/2025), saat menjawab pertanyaan para pemimpin redaksi media via telepon.

Menurutnya, indikasi pelanggaran yang ditemukan di Desa Ujung Gele bukan mustahil juga terjadi di desa-desa lain. Karena itu, langkah pengawasan dan penindakan yang transparan serta adil mutlak diperlukan demi menjaga kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan desa.

Dugaan Rangkap Jabatan dalam Satu Keluarga

Hasil investigasi warga dan media mengungkap adanya aparatur desa berinisial A yang menduduki sejumlah posisi sekaligus, mulai dari operator desa, kader KPM, kader SIKS-NG, hingga pengelola SID (Sistem Informasi Desa). Ironisnya, suami A tercatat sebagai Sekretaris Desa.

Baca juga artikel beritanya  Rutin Pantau Wilayah, Babinsa Jalin Komsos Dengan Warga

Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik nepotisme, karena satu keluarga menguasai berbagai jabatan strategis.

“Bagaimana mungkin suami-istri bisa sama-sama menguasai jabatan penting di desa? Ini jelas tidak sehat dan melanggar aturan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat Ujung Gele.

Anggaran Pendidikan Rp48,6 Juta Diduga Tak Jelas

Papan informasi desa menunjukkan adanya alokasi dana sebesar Rp48,6 juta per tahun untuk mendukung program pendidikan desa, seperti PAUD, TPA/TPQ, dan madrasah nonformal. Namun, hasil penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa PAUD tidak ada, sementara TPQ dan madrasah nonformal tidak ada beroperasi di desa.

“Kalau memang ada anggaran hampir Rp50 juta, seharusnya ada wujud nyata di lapangan. Jangan hanya angka di papan, tapi kosong di masyarakat,” ungkap seorang warga dengan nada kecewa.

Aturan Hukum yang Dilanggar

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perangkat desa jelas dilarang:

Baca juga artikel beritanya  Penangkapan Beruntun Pelaku Narkotika: Sabu dan Ganja Diamankan Oleh Satresnarkoba Polres Bener Meriah

Pasal 51 huruf g: merangkap jabatan sebagai perangkat desa lainnya dan/atau jabatan lain yang memperoleh penghasilan dari sumber keuangan negara.

Pasal 51 huruf h: melakukan tindakan yang menimbulkan konflik kepentingan, termasuk mengangkat pasangan hidup dalam satu struktur pemerintahan desa.

Selain itu, Permendagri No. 83 Tahun 2015 menegaskan perangkat desa dapat diberhentikan jika terbukti melakukan rangkap jabatan atau penyalahgunaan wewenang.

Apabila terdapat penyalahgunaan dana desa, pelaku juga dapat dijerat UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001) dengan ancaman hukuman penjara 1–20 tahun serta denda Rp50 juta hingga Rp1 miliar

Dampak Sosial dan Ekonomi

Praktik dugaan nepotisme, rangkap jabatan, dan penyimpangan anggaran ini tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga menimbulkan dampak serius:

1. Menurunnya Kepercayaan Publik – warga mulai kehilangan kepercayaan terhadap aparatur desa, berpotensi menimbulkan sikap apatis bahkan konflik horizontal.

2. Stagnasi Pembangunan – anggaran desa rawan tidak tepat sasaran, sehingga menghambat tercapainya program pembangunan.

3. Ketidakadilan Sosial – dominasi satu keluarga dalam jabatan strategis membuka ruang diskriminasi, monopoli, dan menyingkirkan warga lain yang memenuhi syarat.

Baca juga artikel beritanya  Baharuddin SH." Harapan Kami Kepada Warga Binaan Saat Mereka Meninggalkan Rutan Ini Bisa Menjadi Manusia Yang Berakhlak dan Meneladani Akhlak Rasulullah"

Desakan Warga dan Akademisi

Sejumlah warga mendesak agar pemerintah kecamatan, kabupaten, hingga provinsi segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini.

“Kami tidak ingin dana desa yang seharusnya untuk pembangunan dan pendidikan justru tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ini harus diusut tuntas,” tegas seorang warga.

Senada dengan itu, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal menegaskan bahwa dugaan praktik serupa kemungkinan juga terjadi di desa lain di Kabupaten Bener Meriah. Karena itu, ia meminta gubernur dan bupati mengambil langkah cepat, tegas, dan transparan.

“Pemerintah harus hadir memberi kepastian hukum. Jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan akibat perilaku menyimpang aparatur desa,” pungkas Prof. Sutan.

Belum Ada Klarifikasi

Hingga siaran pers ini diterbitkan, pihak Pemerintah Desa Ujung Gele belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan rangkap jabatan, nepotisme, maupun penyimpangan alokasi dana desa tersebut.

📌 Kontak Media:
Tim Nasionaljurnalis.com
Email: redaksi@nasionaljurnalis.com
Telepon/WhatsApp: +62-8xxx-xxxx-xxxx

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *