nasionaljurnalis.com,Kolaka, 26 Oktober 2025 —
Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Kolaka mendesak Inspektorat Kabupaten Kolaka untuk segera melakukan klarifikasi terbuka dan audit menyeluruh terhadap kondisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di wilayah Kabupaten Kolaka.
Berdasarkan hasil penelusuran DPD LSM LIRA Kolaka, dari 100 BUMDes yang tercatat menerima penyertaan modal sejak tahun 2017 hingga 2024, hanya 37 BUMDes yang masih aktif dan beroperasi, sementara 63 BUMDes lainnya tidak berjalan alias mogok.
Bup. LSM LIRA Kolaka, Amir, menyatakan bahwa kondisi tersebut menunjukkan lemahnya fungsi pembinaan dan pengawasan dari instansi terkait.
“Ini menyangkut uang rakyat yang digelontorkan melalui dana desa dan APBDes. Dari 63 BUMDes yang tidak berjalan, ada potensi uang negara/daerah yang harus dipertanggungjawabkan secara transparan,” tegas Amir.
Ia menjelaskan, dari hasil pengumpulan data, setiap BUMDes umumnya menerima penyertaan modal antara Rp50 juta hingga Rp150 juta per tahun, bergantung pada kapasitas desa dan program pemerintah desa masing-masing.
Dengan demikian, dari 63 BUMDes yang tidak aktif, terdapat potensi penggunaan dana yang perlu diklarifikasi sebesar Rp3,15 miliar hingga Rp9,45 miliar.
“Kami minta Inspektorat tidak hanya turun diam-diam, tapi melakukan klarifikasi terbuka yang dapat diakses publik. Masyarakat berhak tahu ke mana uang desa itu digunakan,” ujar Amir.
Selain itu, DPD LSM LIRA Kolaka juga meminta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kolaka untuk turut memastikan laporan pertanggungjawaban seluruh BUMDes diverifikasi dengan benar dan dapat dipublikasikan secara berkala.
Amir menegaskan bahwa jika dalam waktu 30 hari tidak ada langkah konkret dari Inspektorat, maka LSM LIRA Kolaka akan melayangkan laporan resmi ke Ombudsman dan Aparat Penegak Hukum (APH) agar dilakukan penelusuran hukum terhadap penyalahgunaan dana penyertaan modal BUMDes yang tidak berjalan.
“BUMDes seharusnya menjadi motor ekonomi desa, bukan sekadar proyek tahunan yang hanya meninggalkan papan nama dan laporan fiktif,” tutup Amir.
Apriyanto






